21 August 2015

Mental Sang Fotografer

Belakangan  minat seseorang menjadi fotografer seperti jamur tumbuh di musim hujan. Hal ini semakin canggih perangkat camera, seperti era DLSR. Di samping itu biaya operasional cetak lebih murah daripada era media penyimpanan film. Apalagi pada setiap kali pabrikan camera mengeluarkan seri  baru selalu dibarengi dengan peningkatan fitur-fitur canggih, yang jelas memudahkan pemula untuk mengoprasionalkannya. Namun apakah ini semua bisa mengantarkan seseorang menjadi "fotografer sungguhan"--kalau tidak boleh dikatakan fotografer jadi-jadian atau abal-abal.. Ada aspek lain yang perlu diulas--yang terkadang lepas dari perhatian-- yaitu aspek mental.

Orang sering mengatakan bahwa mental yang kuat merupakan dasar pertama yang harus dibangun dalam mengerjakan apapun. Seorang petarung tangguh berbadan besar dan pemberani akan lumpuh gemulai manakala dalam bertarung bermental tempe dan lembek. Otot yang kuat seakan tidak berguna dan lemes seketika saat mentalnya droop.

Kali ini saya akan menuangkan pengalaman saya dalam sebuah acara wedding.
Saya menjadi seorang fotografer bukan berasal dari orang yang bermodal. Untuk beli camera  harus mengumpulkan uang dan ditambah uang pinjaman. Jadi bisa dibayangkan camera yang saya beli jelas berkualitas rendah dibanding bila membelinya dengan dana yang cukup.

Inilah pengalaman saya pertama yang menghentak mental dan merontokkan sendi-sendi pergelangan. Saat itu saya sedang mendapat order untuk memotret pada sebuah acara pernikahan di salah satu gedung di Surabaya. Kebetulan di gedung itu sudah ada fotografer yang bercamera canggih dan bermoncong panjang-- yang kelihatannya lebih performance dan meyakinkan. Terus terang, mentalku down dan visi menjadi buyar. Bagaimana tidak "ngeper", dari segi tongkrongannya saja bagaikan tupai dan gajah. Ah, harus bangkit, jangan terpuruk!

Di sinilah mental kita diuji, apakah nyali kita kuat atau rontok. Apakah tubuh kita masih kuat berdiri atau malah gemetar dan terjatuh. Bagi seorang fotografer, seharusnya tetap berjiwa kuat dalam situasi semacam itu. Sobat, untuk menghasilkan gambar yang bagus tidak semata-mata ditopang oleh kecanggihan sebuah camera. Penguasaan materi fotografi dan skill yang dimiliki seorang fotografer menjadi peran utama dalam memperoleh gambar yang bagus. Apalagi di era digital ini hasil foto yang kurang sempurna bisa di perbaiki  dengan bantuan shofware olah digital foto. Yang terpenting tetaplah memotret sebuah moment, usahakan mental sobat tetap dingin, tenang dan nyantai. Hal ini bertujuan agar konsep yang sobat bangun, tidak menjadi buyar karena mental kita sudah jatuh duluan. Semoga menginspirasi sobat semua.

No comments:

Post a Comment