28 August 2015

Keadilan Sumpah Atas Nama-Nya

Halo sobat semuanya! Masih tetap semangat?
Kali ini Dukun Foto akan menceritakan sebuah pengalaman yang barangkali bisa dibuat pelajaran dalam menjalankan tugas sebagai fotografer pernikahan. 

Pagi itu pukul 06:00 aku dengan beberapa crew mempersiapkan diri untuk menjalankan tugas meliput acara pernikahan di sekitar Babatan, suatu tempat di pinggiran kota Surabaya bagian selatan. Sebagai kebiasaan,  aku persiapkan mental yang "dingin" untuk mengawali pekerjaan. Bangunan perasaan mental yang enjoy ini aku letakkan sebagai dasar untuk mengerjakan profesi ini. 

Mulai menyusuri jalan Surabaya untuk menuju lokasi. Semua crew nampak heppy-heppy, karena jalanan Surabaya masih lengang lantaran aktifitas penduduknya belum menampakkan kesibukannya. Tiga puluh menit kemudian kami tiba dilokasi. Langkah pertama yang kami kerjakan adalah mempersiapakan semua peralatan untuk disetting karena pada pukul 08:30 acara pernikahan dimulai.

"Bro apakah peralatan sudah beres semua". "Beres bos!" Jawab crew penanggung jawab.
Di tengah persiapan itu, jedah antar waktu kami mengobrol dengan crew, keluarga penganten dan siapa saja bisa ikut nimbrung. Hal ini terbiasa kami lakukan untuk menjaga ketenangan dan menjalin keakraban dengan keluarga pengantin. Terkadang ada humor-humor yang bisa menyegarkan mental. Di samping itu kondisi santai ini bisa dipakai  mengenali spot untuk angle pangambilan gambar.

Waktu menunjukkan pukul 08:25 acara akad nikah dimulai. Sepanjang waktu prosesi ijab-qabul berjalan lancar dan normal. Keluarga dan teman pengantin bergantian foto bersama dan  happy. Liputan prosesi juga bagus dan terdokumentasikan dengan baik. Foto pose dalam kamar manten pun kami kerjakan, karena ini merupakan bagian "yang wajib" dilakukan. Seoalah tidak lengkap dan "kuwalat"  jika tidak melakukan sesi pemotretan kamar.

Sebelum pengambilan gambar dimulai, kami ngobrol akrab dulu dengan penganten agar mood masing-masing bisa muncul dan terjalin keserasian dan kesamaan ide antara keinginan pengantin dan fotografer. Tidak hanya itu, perias manten dan crewnya juga ikut ambil bagian dalam sesi pemotretan ini, kerana perias sangat dibutuhkan sebagai penanggung jawab rias. 

Untuk kedua kalinya, kami melakukan rehat sejenak melepas kepenatan setelah menjalani tugas peliputan. Pukul 11:00 WIB para tamu undangan hadir dan resepsi berlangsung mengalir sebagaimana lazimnya, bahkan tampak semua bergembira. Lantunan penyanyi dengan suara merdu menghibur undangan. Di meja catering semua makanan tersaji dengan baik dan undangan sangat menikmatinya.Pukul 14:15 WIB acara selesai. Kami pamitan kepada pengantin dan keluarganya.

Kembali kami menyusuri jalanan kota Surabaya. Namun kali ini berbeda, jalan-jalan pada macet, terkadang mengundang emosi karena melihat ulah sebagian pengendara yang perilakunya membahayakan pengguna jalan lain. 

"Waduh, kok bisa ya nyetir seperti itu." 
"Sabar bos, dia bosan hidup kali." Rupanya crew ini tidak kalah jengkel melihat aksi pengendara itu yang hampir menabrak orang.

Memang sudah menjadi "makanan" sehari-hari buat penduduk yang hidup di kota metropolitan seperti Surabaya ini. Pertambahan jumlah penduduk dan penjualan kendaraan yang meningkat setiap tahun menjadi penyumbang penyumbatan terbesar. 

"Bos, belok kiri, lupa rumah ya."
"Oh, iya Bro." Ucapan crew itu mengagetkan saya.

Belum lama kami istirahat, ada panggilan dari Ketua Wedding Organizer, yang isinya agar semua crew dokumentasi untuk kembali ke rumah pengantin. Sampai di rumah itu sudah ada peris dan crewnya, MC, Player Electun dan penyanyi serta catering dan anak buahnya.Dalam pikiran kami semua bertanya-tanya dan menduga-duga, mengapa semua pendukung acara dikumpulkan. Apakah ada yang salah.

"Maaf, Anda saya kumpulkan di tempat ini kembali, karena pengantin kehilangan, uang, HP, cincin dan surat-surat lain", kata ketua WO mengawali pembicaraan.
"Saya berharap barang kali di antara crew ini ada yang mengambilnya, tolong dikembalikan."

Perkataan ketua WO itu membuat bertanya-tanya di antara kami. Suasana hening, semua tidak ada yang bicara. 

"Kalau semua tidak ada yang bicara, tidak ada yang mengaku, harus berani minum air yang ada di botol ini." Kata ketua WO dengan nada kesal, sambil memandang saya.

Tim dokumentasi "merasa tertuduh", karena cara memandang ketua WO tadi penuh curiga. Saya baru ingat kalau crew foto dan video tadi meletakkan kamera di dalam kamar pengantin, dengan tujuan supaya kamera aman, yang waktu itu kamar kosong penghuni. "Apakah karena ini, ya."

Sudah menjadi tradisi khususnya di Pulau Jawa bahwa untuk membuktikan tidak bersalah dari sebuah tuduhan--khususnya barang hilang-- harus berani meminum air yang sudah diberi do'a. Dengan perasaan masing-masing, kami semua satu persatu meminum air itu. Tindakan minum air ini tidak menimbulkan reaksi apapun. Semua rileks, sedingin air yang ada di dalam botol itu.

Ketua WO itu kelihatan panik, sementara tuduhan tuan rumah semakin keras, lantaran cara mendeteksi dengan minum "air sakti" itu tidak menunjukkan hasil. Ruangan  semakin gaduh, karena semua bicara tidak ada yang mau mengalah. Saya mengusulkan agar semua bersumpah atas nama Allah!. Karena bagi saya, tidak ada hukum yang lebih tinggi, selain hukum Allah. Tidak ada cara yang bermartabat, selain aturan Allah.

Bismillahirrahmanirrahim!
Saya bersumpah: "Demi Allah saya tidak mengambil barang seperti yang dituduhkan, jika saya berbohong dan mengambil barang itu, semoga laknat Allah menimpa saya dan keluarga saya. Namun sebaliknya, jika tuduhan itu tidak terbukti bahwa saya yang mengambil, semoga laknat Allah menimpa kepada yang menuduh dan keluarganya."

Saya mengawali sumpah itu karena saya yang mengusulkan.  Ucapan kalimat itu diulang diucapkan oleh yang lain, termasuk crew saya  yang memasukkan kamera di kamar pengantin. Namun atas kebesaran dan kekuasaan Allah, tiba-tiba ada seorang dari keluargannya yang sejak awal duduk agak menjauh--tidak ikut minum air sakti-- seperti menjaga jarak dengan kami.

"Sebelumnya saya mohon maaf atas semua ini, sebenarnya barang-barang yang dituduhkan itu tadi, saya yang mengambil dan akan saya kembalikan kepada pihak keluarga."
"Allahu Akbar!" Spontan saya ucapkan.

                                                                            ***

Sobat semua pecinta fotografi, ada pelajaran yang bisa kita ambil. Pertama, tetaplah bertindak profesional dalam menjalankan tugas. Kedua: sebaiknya ketika memasuki kamar,  karena keperluan suatu hal, harus ada pihak keluarga atau pengantin yang mendampingi dalam kamar, sehingga bisa terhindar dari tuduhan seperti crew tadi. Ketiga, Tetaplah berbesar hati meski kita merasa dipojokkan.

OK semua! Tetap semangat! Semoga memberi inspirasi.


No comments:

Post a Comment